Naskah drama Perjuangan




Naskah teater “LAKSAMANA MALAHAYATI”
            Created by: Yuliawanti Ginaris & Dela Pandu
 Laksamana Malahayati lahir di Aceh 1585. Ia terlahir dari keluarga bangsawan. Ayah dan kakeknya adalah komandan armada kapal perang kesultanan Aceh. Lingkungan ini membawanya mengikuti pendidikan kelautan di Baitul Maqdis, sebuah akademi kemiliteran milik kesultanan Aceh. Di Baitul Maqdis, Malahayati menemukan tambatan hatinya untuk menikah yaitu seorang taruna militer yang sama dengannya. Usai mengikuti pendidikan kemiliteran di bidang kelautan, suaminya langsung memimpin armada laut.
Dalam suatu perang melawan Portugis ,Suami Malahayati dan armadanya ditugaskan menghadang tentara Portugis untuk segera meninggalkan Aceh. Berikut kisahnya.
SCENE 1
Pribumi 1         : (berbisik) Hai para pelopor... siapkah kalian melakukan misi ini?
Pribumi 2         : Atur posisi! Kalian menuju ke sana (sambil menunjuk pasukan pelopor) dan
  kalian ikut denganku.
Di markas portugis
Tentara 1         : kau sudah lihat wanita pribumi yang tinggal di dekat persawahan itu?
Tentara 2         : ahoii... sudahlah pastinya. Cantik sekali ya.
Tentara 1         : baru ku lihat wanita semanis itu.
Tentara 2         : bagaimana jika kita datangi dia  malam nanti?
Tentara 1         : wah ide mu bagus sekali.
Setelah memasuki markas tentara Portugis.
Tentara 1         : lihat! Kelihatannya mereka akan menuju kemari.
Tentara 2         : mau apa mereka?
Tentara 1         : entahlah.. kita hadapi saja mereka.
Tentara 1         : Hei apa yang kalian lakukan di markas kami?
Tentara 2         : Cepat panggil jenderal!
Tentara 1         : Siap...
Tak beberapa lama kemudian Jenderal Portugis pun keluar.
Jenderal           : Dasar pribumi tak berguna! Berapa nyawa yang kalian miliki sehingga berani
  menyusup ke dalam markas kami?!
Pribumi 1         : Kami hanya punya 1 nyawa untuk Indonesia !
Pribumi 2         : Dan kami adalah para pelopor pejuang pribumi yang selalu kalian hina!
Jenderal           : Berani sekali kalian!
Pribumi 1         : Selama jiwa masih di dalam raga kami tidak akan gentar & tak akan sedikit pun
  mundur!
Kemudian para tentara pun mengangkat senjata mereka. Namun, Jenderal menahan para tentaranya untuk tidak menyerang.
Jenderal           : Biar pribumi ini mati di tanganku.
Lalu Jenderal menembak 1 orang pribumi.
Pribumi 1         : Jenderal kau yang mengibarkan bendera perang di antara kami. Para pelopor kita
  tunjukkan pada mereka bahwa kita pantang mundur. Seranggg!!!
Kemudian terjadilah perang.#improvisasi perang
Setelah perang berakhir.
Malayahati      : Abang... bertahanlah...
Pribumi 1         : (batuk-batuk) Istriku... jangan biarkan penjajah menguasai Aceh (terbata-bata)
Malahayati      : Bertahanlah abang... kita pasti bisa mengusir mereka bersama...
Pribumi 1         : Aku sudah tidak kuat lagi. Aku titip Aceh padamu... (mati)
Malahayati      : Abang... (tersedu-sedu)
SCENE 2
Mengetahui suaminya gugur dalam peperangan, Malahayati sedih, sangat terpukul, marah, dan murka. Dengan kemarahan yang tak terbendung itu, ia memutuskan untuk membalas dendam dengan membentuk suatu kekuatan bersama masyarakat Aceh lainnya. Setelah kematian suaminya, Malahayati mendatangi Sultan Aceh selaku pamannya untuk mengajukan suatu permohonan. Ia memohon agar Sultan Aceh membuat suatu armada perang yang terdiri dari para wanita Aceh. Sebagian besar pasukannya merupakan para janda yang suaminya gugur dalam pertempuran melawan Portugis. Armada ini dikenal dengan nama Inong Balee atau armada perempuan janda.

Sultan Aceh    : Ada kepentingan apa kau datang kemari?
Malahayati      : Dapatkah paman buatkan pasukan armada yang terdiri dari para wanita Aceh?
Sultan Aceh    : Untuk apa?
Malahayati      : Aku ingin para janda yang ditinggal mati suaminya, ikut meneruskan perjuangan almahrum suaminya.
Sultan Aceh    :Tidakkah itu terlalu berbahaya?
Malahayati      : Tidak paman. Aku yang akan melatih mereka. Percayalah padaku, paman.
Sultan Aceh    : Tidak. Aku tidak setuju.
Malahayati      : Mengapa paman tidak setuju?
Sultan Aceh    : Fisik wanita itu tidak sekuat fisik para pria dan juga jika nanti para wanita itu
  gugur di medan perang siapa yang akan melahirkan generasi baru di negeri ini?
Malahayati      : Aku yang akan melatih mereka hingga mereka siap tempur paman. Ku mohon!
Sultan Aceh    : Baiklah aku akan mengizinkannya tapi dengan satu syarat.
Malahayati      : Apa syarat itu paman?
Sultan Aceh    : Aku yang akan mennetukan siap atau tidaknya untuk berperang.
Malahayati      : Baiklah paman. Bagaimana jika aku memberi nama pasukanku dengan Armada
  Inong Balee?
Sultan Aceh    : Baiklah kau atur saja. Beritahu aku jika pasukanmu sudah siap untuk aku uji.
SCENE 3
Setelah mengalami perundingan dengan Sultan Al-Mukammil perihal pembentukan Armada Inong Balee, Malahayati segera melatih pasukannya. Armada Inong Balee menempati Teluk Lamreh Krueng Raya sebagai pangkalannya, dan kemudian Malahayati diangkat menjadi laksamana sehingga ia dipanggila Laksamana Malahayati. Laksamana Malahayati kemudian membangun armadanya sekuat mungkin agar siap bertempur menghadapi musuh. Prajurit-prajuritnya dilatih dengan kemampuan tempur tinggi sehingga tidak mudah dikalahkan musuh.
Pasukan 1        : aku sudah tak sabar untuk kembali berlatih perang.
Pasukan 2        : iya.. aku juga. Aku yakin kita pasti bisa sehebat para armada lelaki.
Pasukan 1        : kita harus bisa tunjukkan bahwa wanita juga punya potensi untuk ikut   memperjuangkan kemenangan.
Pasukan 2        : aku setuju dengan mu. Kita harus berlatih dengan baik agar kita dapat mengalahkan para penjajah keji itu.
Pasukan 1        : ngomong-ngomong kemana laksamana malahayati .. lama sekali dia datang.
Pasukan 2        : nah itu.. itu dia sedang menuju kemari.
Malahayati      : sedang apa kalian? Mengapa tak memulai latihan
Pasukan 2        : kami menunggu laksamana sejak tadi.
Malahayati      : seharusnya kalian bisa memulainya tanpa harus menunggu aku datang. Sudah.. sekaarang bentuk barisan. 
Pasukan           : siap! (berbaris)
Malahayati      : ambil panah kalian dan bersiaplah di posisi.
Pasukan           : siap!
Malahayati      : (melatih memanah) Fokuskan pandangan kalian ke arah sasaran. Ingat! Fokus!
  Tembakkan panah kalian ke titik merah itu.
Pasukan           : Siap!
Malahayati      : Satu, dua, tiga tembak!
Pasukan memanah secara berurutan. Kemudian Sultan Al-Mukammil pun datang untuk menguji pasukan Inong Balee.
Sultan Aceh    : Bagus... bagus... tak diragukan lagi kemampuanmu, Malahayati. Rupanya kau
  pandai membangun armadamu sendiri.
Malahayati      : Terimakasih paman... melalui armada ini malay berharap malay dapat melindungi dan mempertahankan Aceh untuk almahrum abang.
Sultan Aceh    : kau pasti bisa.. yasudah, Berikan  pedang kepada mereka. Biar aku uji keahlian mereka dalam menggunakan pedang.
Malahayati      : Baik paman.
Kemudian Malahayati menghampiri pasukannya yang sedang berlatih panah.
Malahayati      : Semuanya... sudah cukup latihan memanah untuk hari ini. Sekarang ambil
  pedang kalian masing-masing dan baris pada masing-masing posisi.
Pasukan           : Siap!
Setelah pasukannya bersiap, Malahayati mempersilahkan Sultan Al-Mukammil untuk menguji pasukannya.
#Improvisasi dari Sultan Al-Mukammil dan pasukan Malahayati#
SCENE 4
Dalam perkembangannya armada ini memiliki 100 kapal perang dengan kapasitas 400-500 orang. Tiap kapal perang dilengkapi dengan meriam. Bahkan kapal paling besar dilengkapi lima meriam. Armada Laut Kerajaan Aceh sangat ditakuti oleh Portugis, Inggris dan Belanda. Padahal pada masa itu ketiga negara tersebut adalah negara adidaya. Banyak catatan orang asing seperti China, Eropa, Arab, India, yang mengakui kehebatan Malahayati.
Pada Juni 1599 dua kapal dagang Belanda yang dipersenjatai yang dipimpin Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman datang mengunjungi Aceh. Cornelis de Houtman diutus Belanda untuk mencari sumber rempah-rempah, mendarat di Aceh. Mereka berniat untuk mengusai kerajaan Aceh karena letaknya yang sangat strategis sebagai gerbang kepulauan nusantara. Kehadirannya disambut baik oleh Kesultanan Aceh.
Cornelis           : Hahaha... akhirnya kita tiba juga di Aceh. Misi kita adalah menguasai Aceh dan
  memanfaatkan rempah-rempah yang berlimpah untuk kita jual. Kita harus
  berdagang dengan baik agar dapat mengalahkan bangsa Eropa lainnya. Aceh
  akan memberikan banyak kekayaan untuk kita hahaha....
Prajurit 1         : Apa yang akan menjadi rencana kita selanjutnya tuan?
Cornelis           : Bawa aku ke hadapan Sultan Aceh. Biar aku bicarakan hal ini padanya.
Prajurit 1         : Baik tuan.
Setelah berada di Kesultanan Aceh.
Sultan Aceh    : Apa maksud dan tujuanmu datang kemari Belanda?
Cornelis           : Aku hanya ingin meminta izinmu untuk berdagang di Aceh, Sultan.
Sultan Aceh    : Kamu ingin berdagang atau menguasai rempah-rempah di sini wahai Belanda?
Cornelis           : Sungguh. Kami hanya ingin berdagang.
Sultan Aceh    : Tak semudah itu kau mendapat izin saya agar dapat berdagang terlebih lagi kau
  dari negeri lain. Keuntungan apa yang dapat kau berikan untuk kami?
Cornelis           : Akan ku beli rempah-rempah disini dengan harga yang tinggi agar rakyat Aceh
  dapat hidup lebih baik dengan penghasilan dagang rempah-rempah mereka.
Sultan Aceh    : Berapa harga yang kau tawarkan?
Cornelis           : Rp50.000/ton
Sultan Aceh    : Baiklah kalau begitu. Namun dengan syarat kalian tidak boleh mengusik urusan
  kami.
Cornelis           : Percayalah pada kami, Sultan. Karena tujuan kami ke sini hanya untuk
  berdagang.
SCENE 5
Namun itu semua tidak berlangsung lama. Malahayati mengetahui niat busuk de Houtman bersaudara, dia bertekad akan bertempur habis-habisan mengusir penjajah terlaknat. Malahayati dan Pasukannya bersiap untuk  mengusir Cornelis beserta tim ekspedisinya dari bumi Aceh. Dengan penuh percaya diri, para prajurit Belanda dan tim ekspedisi Cornelis bersiap untuk pertempuran melawan Armada Inong Balee mengetahui lawannya adalah para prajurit perempuan Aceh, mereka semakin yakin akan memenangkan pertempuran secara mudah dan bisa mengusai Aceh sebagai sumber penting rempah-rempah dan hasil bumi.
Cornelis           : Akulah penguasa di sini. Tidak ada seorang pemimpin sehebat aku! (terkekeh)
Prajurit 1         : Jenderal, 50 ribu ton rempah-rempah sudah siap dikirim.
Cornelis           : Bagus. Siapkan seluruh petani itu lagi untuk memanen jarak di utara Aceh.
Prajurit 1         : Tapi Jenderal, apakah itu tidak keterlaluan? Mereka butuh istirahat dan makanan
  yang lebih layak daripada sekarang ini.
Cornelis           : Lancang! Berani sekali kau memerintahku!
Prajurit 1         : Ampuni saya Jenderal.
Cornelis           : Aku tidak peduli, sekalipun mereka mati atau kelaparan bukan urusanku!
Prajurit 1         : Apa? Betapa hinanya mereka di hadapanmu?
Cornelis           : Berhenti berbicara padaku! Apa kau ingin mati di tanganku? Sebenarnya siapa
  kau yang berani membantahku?!
Malahayati      : Hentikan! Kau benar-benar sudah keterlaluan! Mana janjimu untuk memberikan
  keuntungan kepada kami?!
Cornelis           : Ahahaha... berani-beraninya kau ikut campur. Aku tidak akan peduli dengan
  ocehanmu itu!
Malahayati      : Pergi kau dari Aceh! Dasar makhluk tak berhati!
Cornelis           : Beraninya kau mengusirku? Prajurit... bersiaplah... lawan mereka!
Prajurit 1         : Siap!
Kemudian terjadilah perang antara rakyat Aceh dan Belanda. Dalam perang ini Cornelis mati di tangan Malahayati dan kemenangan diperoleh Aceh sedangkan terpaksa mundur karena Jenderalnya yang tewas terbunuh dalam perang tersebut.
Nama Malahayati sangat melegenda karena semangat dan perjuangannya melawan dan mengusir penjajah. Untuk mengenang jasanya sebagai pejuang tanpa pamrih tersebut nama Malahayati diabadikan untuk nama jalan, rumah sakit, universitas di Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI Angkatan Laut. Sejarah sudah mencatat beberapa pelaut wanita yang hebat di dunia ini. Laksamana Malahayati harus dikenang sebagai salah satu pahlawan diantaranya karena perjuangannya yang tanpa peduli harus menderita, bahkan sampai kehilangan suami tercinta.

-T H E  E N D-


Komentar