SEKEDAR HARAPAN SEMU

Tangan ku begitu sibuk menodai lembar demi lembar kertas bergaris. Sudah sejak dua jam lalu aku berhadapan dengan tumpukan buku yang berserakan. Sebulan menjelang UN ini, aku terfokus pada mata pelajaran bahasa inggris ku yang hanya mampu mencapai angka 7.

“Yulia!!” terdengar seruan suara seorang pria. Aku begitu mengenal suara itu. Hati ku berdebar secara tiba-tiba. Secara naluri aku tersenyum dan bergegas membukakan pintu rumah ku untuknya.
“Hey, masuk,” kataku riang.



Tak seberapa lama kemudian kami telah membentuk posisi duduk pola segitiga. Masing- masing dari mereka lalu mengeluarkan satu-dua buah buku dari dalam ranselnya.
“Kok bahasa inggris? Bukannya besok MTK? “ tanya salah satu dari mereka. Dia adalah Hary teman sekelas ku di kelas 8 lalu.
“Dia mah udah pinter,gak usah belajar juga 100,” sahut seorang lagi. Dia adalah Fatih mantan ku.

Kami mengakhiri hubungan sejak hampir setahun lalu. Aku masih mencintainya hingga sampai pada detik ini. Namun Fatih sendiri kini sudah bersama kekasih barunya. Hal itu yang membuat hati ku ngilu setiap kali mengingatnya.

Sudah sejak kami sering belajar bersama, Fatih seperti memberiku sinyal untuk kembali bersamanya. Misalnya saja waktu aku dan dia sedang dalam perjalanan pulang dari rumah Aji. Saat itu hari sudah larut malam. Mataku seakan tak mampu lagi terbuka.

“Jangan ngebut ya, gua ngantuk banget,” kataku serak.
“Pegangan aja,” katanya sembari menarik tanganku ke depan perutnya. Kini aku dalam posisi memeluknya. Seraya aku tak mampu berkata kata lagi. Aku terhanyut bersama riuhan suara jalan pada malam itu.

 Entah dengan alasan apa, tiba-tiba saja Fatih mempercepat laju motornya. Sontak aku kaget dan reflex memeluknya dengan erat.
“Ehhhh…,” katanya seraya cengengesan.

Hingga pada suatu malam, ia belajar di rumahku hingga larut malam. Sejak tadi aku memintanya untuk pulang dan kembali lagi besok jika mau. Namun, dia tak merespon.
“Udah malem peliiit,” kataku manja.
“Bangun gak, gak bangun gua peluk lu,” kataku iseng. Fatih hanya tersenyum meledekku.
Kemudian aku menarik paksa tangannya untuk membangkitkannya dari rebahan. Awalnya memeng sulit sekali, namun tiba tiba saja tubunnya berhasil ku tarik. Tanpa sengaja kini akupun berada di pelukannya. Aku hanya diam terpaku dan menikmati dekapan itu.

 Jantung ku semakin berdetak tak karuan saat ia menarik lengan ku hingga aku jatuh tepat diatas tubuhnya.

Setelah lelah memaksanya, akhirnya iapun berniat untuk pulang. Secara tiba-tiba bibir ku menyentuh pipinya.
“Eh…maksudnya apa?” Tanya Fatih kaget.

Rasanya aku begitu lelah dengan status tak jelas ini. Ku beranikan diri ku untuk bertanya kepadanya tentang perasaannya yang sesungguhnya.

“Eh,” kataku.
“ apa?” jawab Fatih.
“Kenapa sih lu mendadak kaya gini? Lu tuh kaya ngasih gua harapan tau gak. Inget pacar noh,” Jelasku memulai.
“Maafin gua ya, gua sayang sama pacar gua tapi gua juga sayang sama lu” jelasnya singkat.

Semenjak saat itu aku merasa bahwa semua ini adalah permainannya.  Harapan demi harapan ia berikan, namun kini ia pergi meninggalkaku. Namun aku berterima kasih pada tuhan, karena kehendak-Nya aku diberikan kesempatan untuk merasakan cintanya.


Kini aku menyadari bahwa sahabat lebih baik dari pada sebuah status berpacaran.Cinta memang sulit. Bisakah waktu mempertemukanku dengan seseorang yg memang untukku ? bukan seseorang yg hadir lalu untuk pergi lagi :(

Komentar