story telling on desember


Napas ku masih terengah engah ketika ku buka pintu biru itu. Sama seperti hari hari sebelumnya, perjalanan yang berkisar jarak 2km itu membuatku selalu ada pada titik lelah ketika sampai dirumah. Tak banyak yang ku katakan , hanya ucapan salam dan kemudian ku lepaskan alas kaki yang kukenakan, ku lemparkan tas pada sisi tembok dan ku berjalan perlahan kearah kulkas untuk meraih segelas air dingin.

Hari ini hari terakhir ujianku, aku merasa sedikit lebih bebas dari beberapa hari lalu ketika aku harus menyandang bait bait hafalan setiap harinya demi mencapai nilai B atau bahkan A di raportku. Sudah terencana oleh ku tentunya,menghabiskan sore dengan beristirahat panjang untuk membayar utang tidurku beberapa hari lalu.

Mengetahui hilangnya kacamataku pagi ini mengurungkan niatku. Baru saja dalam hitungan bulan aku merasakan menggunakan kacamata, kini benda yang telah menjadi bagian hidupku itu menghilang karena keteledoranku. Sungguh ku sesali ketika benda pemberian teman laki-laki ku itu harus hilang tanpa jejak. Tak terbayang olehku ketika aku harus menjalani hari hariku tanpa kedua lensa minus itu. baru beberapa jam tanpa benda itu saja, aku merasa tersiksa karena aku harus memaksakan mataku untuk melihat semua yang berjarak jauh dengan jelas.


Belum saja musnah pikiraku mengenai hilangnya kacamataku, kini memoriku mulai memutar beberapa peristiwa siang kemarin. Peristiwa memilukan yang tak sedikitpun ku duga kenyataannya. Peristiwa yang membuatku kembali ada dalam posisi serbasalah. “dia” kakak kelas yang telah berhasil membuka hatiku kembali ternyata dia bukanlah pria yang tepat. Beberapa kali ku perhatikan dia memang mulai menunjukkan beberapa sikap berbeda terhadapku. Sebagai seorang pengagum rahasia, aku memang menginginkan orang yang ku kagumi itu suatu saat akan mengerti perasaanku. Dan terjadilah hal itu padaku saat ini, tak yakin memang namun tatapnnya kuliat berbada. Senyumnya terlihat memiliki makna. Senang rasanya jika benar dia mengetahui bagaimana perasaanku.

Namun dihari yang sama, tak seberapa lama setelah aku melihatnya tersenyum manis ke arahku, aku melihatnya disebuah warung kecil yang terletak di belakang aparteman. Awalnya aku sempat memiliki dugaan buruk tentangnya, begitu juga dengan sahabatku dita. Tak disangka sangka, ternyata dugaankupun benar. Ku lihat dengan mata kepalaku sendiri,bahwasanya kedua jemarinya menyelipkan sebatang rokok berasap. OH TIDAKK!!!!  Kenapa? Itu serius kamu kak? Rasanya seperti ada jarum yang menusuk bagian terlemah ku. “dia” seseorang yang berhasil buatku kembali merasakan getaran itu, sesosok pria yang mampu membuatku berfikir bahwa aku mampu melupakannya. Tapi kenapa dia melakukan hal yang sama sekali tak kusukai? Oh tuhan kenapa harus dia?

Dekapanku pada tiruan beruang madu kesayanganku, membuatku teringat olenya. Dia yang dulu pernah ada dalam kehidupanku, mengisi hari dan menemani jejak langkahku. Tapi kini dia tlah menjauh entah kemana. Rindu itu datang lag, lagi , dan lagi. Entah dosa sebesar apa yang pernah ku lakukan sehingga aku tak juga mampu melupakannya. Bayangannya selalu hadir setiap kali mataku akan terpejam.

Berusaha selalu untuk melupakannya namun, tetap saja bayangannya selalu ada. Walau aku sempat menyukai kakak kelas ku itu, tapi rasaku untukknya masih saja terasa dalam. Lelah rasanya ketika harus terus menerus mengingatnya,merindukannya, apalagi jika pikiranku tlah beranjak ke arah mengharapkannya. Ini semua salahku, aku terjun terlalu jauh dalam hal mencintainya, hingga pada akhirnya sulit bagiku untuk melupakannya hingga saat ini.

Angka angka buruk terbayang akan hadir pada tabel tabel raportku nanti. Diriku terlalu sibuk memikirkan murid muridku yang juga akan melaksanakan ujiannya minggu depan. Terutama pada satu murid tertampanku. Sungguh satu anugrah yang begitu besar bagikku ketika aku terpilih untuk menjadi seorang pendamping belajarnya. Ketampanannya yang dimilikinya menjadikan siapun ingin berusaha keras untuk memilikinya.

Tak mungkin tentunya jika aku menyukai muridku sendiri.  Haram hukumnya ketika aku menyukai muridku, begitulah yang tercatat dala kamus hidupku. Sebagai guru pemula, aku harus bekerja profesional, berusaha untuk mentrasfer ilmuku semaksimal mungkin. Hanya saja aku bersyukur karena aku dipercaya untuk mendampingi seorang idola sekolah untuk menyelasaikan kesulitan kesulitan belajarnya dalam menyelasaikan soal soal ilmu pasti. Apalagi yang kini ku dengar kini ia sedang menjadi pembicaraan hangat di SMP ku, yang jelas jelas bukan sekolahnya.

Matematika adalah sumber dari segala keajaiban yang ku alami. Melalui matematika aku dapat merasakan menjadi siswa yang dianggap “pintar” disekolah, melalui matematika aku dapat melaksanakan kompetisi pertamaku, melalui matematika aku mendapatkan banyak teman, melalui matematika aku dapat kembali dekat dengan mantanku saat itu hahahah, dan masih banyak lagi tentunya.

Bulan desember yang bermula dengan kejadian kurang mengesankan kuharap tak berakhir pula dengan suatu kejadian yang menyedihkan. Bulan akhir tahun ini kuharapkan dapat menjadi bulan terkhir pula untukku mencitainya, atau bahkan bulan terakhir untuknya menjauh dariku. Selalu ada harapan disetiap musibah, selalu ada jalan disetiap masalah, selalu ada mimpi disetiap langkah, selalu ada cara untuk bahagia, semuanya adalah keputusan allah,kehendak allah,dan atas rahmat allah. Semoga tak hanya aku, namun juga para reader’s yang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan tuhan. Tetaplah menatap kedepan dan yakinkanlah dalam diri kita bahwa pelangi akan hadir setelah hujan.

Komentar