Napas ku masih
terengah engah ketika ku buka pintu biru itu. Sama seperti hari hari
sebelumnya, perjalanan yang berkisar jarak 2km itu membuatku selalu ada pada
titik lelah ketika sampai dirumah. Tak banyak yang ku katakan , hanya ucapan
salam dan kemudian ku lepaskan alas kaki yang kukenakan, ku lemparkan tas pada
sisi tembok dan ku berjalan perlahan kearah kulkas untuk meraih segelas air
dingin.
Hari ini hari
terakhir ujianku, aku merasa sedikit lebih bebas dari beberapa hari lalu ketika
aku harus menyandang bait bait hafalan setiap harinya demi mencapai nilai B
atau bahkan A di raportku. Sudah terencana oleh ku tentunya,menghabiskan sore
dengan beristirahat panjang untuk membayar utang tidurku beberapa hari lalu.
Mengetahui
hilangnya kacamataku pagi ini mengurungkan niatku. Baru saja dalam hitungan
bulan aku merasakan menggunakan kacamata, kini benda yang telah menjadi bagian
hidupku itu menghilang karena keteledoranku. Sungguh ku sesali ketika benda
pemberian teman laki-laki ku itu harus hilang tanpa jejak. Tak terbayang olehku
ketika aku harus menjalani hari hariku tanpa kedua lensa minus itu. baru
beberapa jam tanpa benda itu saja, aku merasa tersiksa karena aku harus
memaksakan mataku untuk melihat semua yang berjarak jauh dengan jelas.
Belum saja
musnah pikiraku mengenai hilangnya kacamataku, kini memoriku mulai memutar
beberapa peristiwa siang kemarin. Peristiwa memilukan yang tak sedikitpun ku
duga kenyataannya. Peristiwa yang membuatku kembali ada dalam posisi
serbasalah. “dia” kakak kelas yang telah berhasil membuka hatiku kembali
ternyata dia bukanlah pria yang tepat. Beberapa kali ku perhatikan dia memang
mulai menunjukkan beberapa sikap berbeda terhadapku. Sebagai seorang pengagum
rahasia, aku memang menginginkan orang yang ku kagumi itu suatu saat akan
mengerti perasaanku. Dan terjadilah hal itu padaku saat ini, tak yakin memang
namun tatapnnya kuliat berbada. Senyumnya terlihat memiliki makna. Senang
rasanya jika benar dia mengetahui bagaimana perasaanku.
Namun dihari
yang sama, tak seberapa lama setelah aku melihatnya tersenyum manis ke arahku,
aku melihatnya disebuah warung kecil yang terletak di belakang aparteman.
Awalnya aku sempat memiliki dugaan buruk tentangnya, begitu juga dengan
sahabatku dita. Tak disangka sangka, ternyata dugaankupun benar. Ku lihat
dengan mata kepalaku sendiri,bahwasanya kedua jemarinya menyelipkan sebatang
rokok berasap. OH TIDAKK!!!! Kenapa? Itu
serius kamu kak? Rasanya seperti ada jarum yang menusuk bagian terlemah ku.
“dia” seseorang yang berhasil buatku kembali merasakan getaran itu, sesosok
pria yang mampu membuatku berfikir bahwa aku mampu melupakannya. Tapi kenapa
dia melakukan hal yang sama sekali tak kusukai? Oh tuhan kenapa harus dia?
Dekapanku pada
tiruan beruang madu kesayanganku, membuatku teringat olenya. Dia yang dulu
pernah ada dalam kehidupanku, mengisi hari dan menemani jejak langkahku. Tapi
kini dia tlah menjauh entah kemana. Rindu itu datang lag, lagi , dan lagi.
Entah dosa sebesar apa yang pernah ku lakukan sehingga aku tak juga mampu
melupakannya. Bayangannya selalu hadir setiap kali mataku akan terpejam.
Berusaha
selalu untuk melupakannya namun, tetap saja bayangannya selalu ada. Walau aku
sempat menyukai kakak kelas ku itu, tapi rasaku untukknya masih saja terasa
dalam. Lelah rasanya ketika harus terus menerus mengingatnya,merindukannya,
apalagi jika pikiranku tlah beranjak ke arah mengharapkannya. Ini semua
salahku, aku terjun terlalu jauh dalam hal mencintainya, hingga pada akhirnya
sulit bagiku untuk melupakannya hingga saat ini.
Angka angka
buruk terbayang akan hadir pada tabel tabel raportku nanti. Diriku terlalu
sibuk memikirkan murid muridku yang juga akan melaksanakan ujiannya minggu
depan. Terutama pada satu murid tertampanku. Sungguh satu anugrah yang begitu
besar bagikku ketika aku terpilih untuk menjadi seorang pendamping belajarnya.
Ketampanannya yang dimilikinya menjadikan siapun ingin berusaha keras untuk
memilikinya.
Tak mungkin
tentunya jika aku menyukai muridku sendiri.
Haram hukumnya ketika aku menyukai muridku, begitulah yang tercatat dala
kamus hidupku. Sebagai guru pemula, aku harus bekerja profesional, berusaha
untuk mentrasfer ilmuku semaksimal mungkin. Hanya saja aku bersyukur karena aku
dipercaya untuk mendampingi seorang idola sekolah untuk menyelasaikan kesulitan
kesulitan belajarnya dalam menyelasaikan soal soal ilmu pasti. Apalagi yang
kini ku dengar kini ia sedang menjadi pembicaraan hangat di SMP ku, yang jelas
jelas bukan sekolahnya.
Matematika
adalah sumber dari segala keajaiban yang ku alami. Melalui matematika aku dapat
merasakan menjadi siswa yang dianggap “pintar” disekolah, melalui matematika
aku dapat melaksanakan kompetisi pertamaku, melalui matematika aku mendapatkan
banyak teman, melalui matematika aku dapat kembali dekat dengan mantanku saat
itu hahahah, dan masih banyak lagi tentunya.
Bulan desember
yang bermula dengan kejadian kurang mengesankan kuharap tak berakhir pula
dengan suatu kejadian yang menyedihkan. Bulan akhir tahun ini kuharapkan dapat
menjadi bulan terkhir pula untukku mencitainya, atau bahkan bulan terakhir
untuknya menjauh dariku. Selalu ada harapan disetiap musibah, selalu ada jalan
disetiap masalah, selalu ada mimpi disetiap langkah, selalu ada cara untuk
bahagia, semuanya adalah keputusan allah,kehendak allah,dan atas rahmat allah.
Semoga tak hanya aku, namun juga para reader’s yang mendapatkan kasih sayang
dan perlindungan tuhan. Tetaplah menatap kedepan dan yakinkanlah dalam diri
kita bahwa pelangi akan hadir setelah hujan.
Komentar
Posting Komentar