Berdiri ku disebuah
lapangan serba putih dengan tatanan
interior yang begitu cantik. Bunga mawar tertebar bagaikan dedaunan di musim
semi. Dentingan suara melodi melodi piano terdengar lembut hingga ke telinga ku, menciptakan ketenangan jiwa bagi siapapun
yang mendengarnya. Dengan gaun putih yang ku kenakan , aku berputar menikmati
suasana romance ini. Berputar mengikuti alunan
nada.
“hey” terdengar suara
seorang pria memanggil ku yang kemudian
diiringi suara tapakan kaki seraya ia sedang berjalan ke arah ku.Tak salah
lagi, dan ternyata itu Danian. Mendengar suaranya saja aku sudah dapat menebaknya.
“kamu ngapain disini? Dan
ini tempat apa?” tanyaku.
“ini adalah tempat yang
indah.. dan aku disini untuk bermain bersamamu.” Jawabnya.kemudian ia
memberikan bola basket miliknya itu kepadaku. Sigapku menangkap bola itu dan
kemudian mendribelnya santai.
“bermain? Kenapa enggak. Hmm...
lama ya gak ketemu. Sampai lupa rasanya main basket bareng kamu.” Kataku
sembari melempar bola basket itu ke arah Danian. Senyumku begitu merekah
dihadapannya saat itu.
“makanya jangan sibuk
terus pesek. Ayo kejar aku dan ambil bola ini dari aku ya.” Jelasnya sembari
mengusap poniku lalu mendribel bola basketnya sambil berlari menghindari
kejaranku. Akupun bergagas mengerjarnya, menikmati permainan ini dan berusaha
mendapatkan bola di tangan Danian. Sama halnya seperti apa yang aku dan Danian
lakukan beberapa bulan lalu.
“sebelumnya tunjukin aku tripel point yan.”
Teriakku. Danian lalu melempar bola itu
ke arah ring untuk menujukan aksi tripel pointnya kepada ku.
Bola itu seakan binatang peliharaan Danian
yang begitu patuh kepadanya. Bola melambung dengan indah ketika Danian
melemparnya dan berhasil masuk ring basket dengan indah pula. Dengan entengnya
Danian selalu berhasil melakukan tripoint didepanku.
Bergegas ia berlari untuk
mengambil bola itu lagi. Akupun mengejarnya lagi.Dalam waktu yang hanya
berkisar beberapa detik kemudian, danian semakin barada jauh dari pandanganku,
dan kemudian ia hilang tertelan sinar cahaya yang berada tepat di bawah ring
basket.
“Danian...” teriakku
heran.
“Danian..” teriakku
sembari berlari ke arah ring basket itu.kemudian terdengarlah suara Danian yag
entah dari mana asalnya itu.
“jaga diri kamu baik baik
ya, jangan nakal. Makasih atas semuanya dan maaf kalo aku sering nyakitin kamu.
”
“Liaaaa...” seru mama
sembari menyipratkan air ke arah mukaku.
Aku tercanggung
kaget dan tak percaya dengan apa yang telah terjadi sebelumnya. Perlahan
ku buka kedua mataku. Suasana yang ku
lihat tak lagi serba putih,tak ada lagi mawar mawar yang tadi bertebaran. Kini
semuanya berubah menjadi sebuah ruangan
kamarku yang tak pantas untuk dibilang rapih.
“udah siang, mau bangun
jam berapakamu?” tanya mama.
“huft, jadi tadi Cuma
mimpi? Syukurlah” kataku menghela.
Waktu menunjukkan
pukul delapan pagi. Hari minggu ini terasa berbeda untukku. Bayang bayang sisa
mimpi tadi malam masih melekat dalam pikiranku. Perasaanku mendadak gelisah.
Feelingku mengatakan terjadi sesuatu terhadap Danian. Jatuhnya cicin yang ku kenakan
membuat perasaanku semakin tak tenang. Bergegas aku menghubungi Eka sahabat
dekat Danian untuk menanyakan kabar Danian. Sejak pertengkaran sebulan lalu,
aku nyaris tak memiliki keberanian untuk menghubungi Danian secara langsung.
Cara Danian mengusirku dari kehidupannya membuatku tak ingin kembali merusak
harinya dengan kehadiranku.
“Eka, Danian apa kabar?
Dia baik baik sajakan? Pliss tanyain kabarrnya dia ya. Dari tadi perasaan gua gak
enak terus.” Kataku kepada Eka melalui pesan singkat.
Teras rumah megah
itu begitu ramai pengunjung. Orang orang bepakaian hitam bergiliran datang.
Tenda kuning di dekat sebuah tiang menandakan ada kematian dirumahh itu.
Keluarga dan kerabat yang berdukapun tak luput melantunkan ayat ayat Al-Quran.
Ketika merasa telfon genggamnya bergetar, tahlil ia hentikan pada ayat ke 72
surat yasin. Setelah membacanya, tangan Eka seakan tercegah ketika ia berniat
untuk membalas pesan singkat dari ku. Entah kata apa yang harus ia ungkapkan.
3 hari sudah
mimpi itu berlalu. Biarpun Eka slalu mengatakan bahwa Danian dalam keadaan baik
baik saja, namun hatinya tetap saja merasa tak tenang. 3 hari sudah ia mencoba
untuk mempercayai setiap butir kata yang Eka lontarkan kepadaku mengenai kabar
Danian. Namun, rasanya hatiku bergejolak kembali seakan ada sesuatu yang
tejadi. Besok adalah Tepat di tanggal 19 November , tibalah Danian menginjak
umur ke 16. Aku berniat menitipkan
sebuah kado kepada Eka untuk disampaikan kepada Danian. Ya, tepat sekali. Aku
memang masih berprinsip sama saat itu. Dimana aku tak ingin merusak kembali
hari harinya Danian. Apa lagi dihari istimewanya. Akan Ku titipkan sebuah kue tar ulang tahun dan sebuah lukisan
wajah Danian yang ku lukis sendiri besok.
“Eka,besok lia titip kado ini ya untuk Danian. Besok Danian ulang tahun,
tapi Lia gak berani ketemu sama Danian. Lia takut Danian marah lagi kayak waktu
itu.” Kataku pada Eka.
Rasanya tiga hari
ini sudah cukup untuk menutupi semuanya. Kini tak ada lagi alasan untuk
memberitahukan yang sebenarnya pada Lia. Cepat atau lambat Lia memang berhak
untuk mengetahui tentang apa yang menimpa Danian. Dengan pertimbangan yang
singkat, tanpa menjawab perkataan Lia, Eka mengajak Lia ketempat itu. Yaps,
tempat terakhir Danian. Tempat yang kini telah menjadi rumah terakhir Danian.
Menurut Eka, mungkin ini cara terbaik untuk memberitahukan tentang yang
sebenarnya kepada Lia.
“lia sekarang coba kamu liat nisan itu” jawab
Eka sembari menunjuk kearah sebuah batu nisan.
DANIAN PUTRA
BIN
AHMAD KURNIA
19-11-1996
S.d
16-11-2013
Begitulah
sekiranya tulisan di batu nisan itu. Aku begitu hafal sekali dengan kalimat
itu. Kurang dari satu detik setelah membaca tulisan itu, dada ku serasa begitu
sesak. Syaraf syaraf yang ada dalam tubuh ku melemah seketika. Air mata bergulir deras
membasahi pipi cabi ku, mulut ku tak mampu lagi berucap. Sakit, perih, dan
sulit bagiku untuk mempercayai ini. Seseorang yang sangat aku cintai ternyata sudah
jauh pergi meninggalkan ku. Seseorang yang sangat aku harapkan untuk kembali
dalam kehidupan ku namun ternyata sudah
terlebih dahulu kembali kepada Sang Pencipta.
“ini bukan Danian. Danian
masih hidup. Dia masih main basket sama aku tanggal 16 kemaren. Bahkan danian
sendiri yang ngajakin aku main” bentak ku pada Eka.
“tapi Lia, ini Danian. Danian
udah gak ada. Dia udah tenang disana. Kamu harus bisa terima kenyataan ini ya”
katanya mencoba meyakinkanku.
“DANIIIAAAAAAAAAAAANNNN” teriak ku lepas.
Suara ku menggelegar memenuhi lahan makam. Energi dalam diriku seakan meluap luap dan meledak dalam
teriakanku. Ku tumpuhkan tubuh ku diatas makam Danian seraya memeluk jasad yang ada didalam galian itu.
Ia begitu iba melihat ku. Mungkin rasa
kehilangannya terhadap Danian tak sebesar bagaimana perasaan ku karena ini.
Inilah alasannya mengapa ia menyembunyikan kematian Danian. Karena ia tahu,
bahwa ini akan sangat menyakitkan bagi ku.
“kamu jahat ka, kenapa
kamu nyembunyiin ini dari aku, kenapa kamu gak ngasih aku kesempatan buat
ngeliat Danian untuk yang terakhir kalinya, kenapa kamu gak ngasih aku
kesempatan buat meluk Danian sebelum dia dikubur, kenapa kamu gak ngasih aku
waktu buat cium dia sebelum akhirnya aku bener bener gak bisa liat dia lagi.”
Jelasku merintih.
Dengan penuh rasa
penyesalan, Eka mencoba untuk duduk disamping ku. Perlahan ia menarik ku
kedalam pelukannya.
“Lia, aku minta maaf.aku
gak mau kamu kaya gini. Biar bagaimanapun kamu harus bisa terima kenyataan kalo
sekarang Danian udah gak sealam lagi sama kita. Kamu harus kuat, jangan bikin
Danian sedih liat kamu kayak gini. “ jelas Eka.
“bilang sama aku kalo ini mimpi!! Bilang ka
sama aku!! Ini mimpikan?” tegasku dihadapan Eka.
“Lia ini keputusan Allah,
kamu gak boleh kaya gini. Kamu harus bisa terima ini semua. Apapun yang terjadi
saat ini biarlah terjadi. Tapi bukan berarti kehilangan danian adalah akhir
dari kehidupan kamu. Kamu masih punya aku ya, kamu masih punya mama kamu, papa
kamu, semuanya... Danian udah pergi sekarang, dan aku yakin Danian disana pasti
berharap banget kamu bisa kuat disini. Dia sayang sama kamu ya, dia pasti
bakalan sedih kalo liat kamu rapuh kaya gini.” jelas Danian.
Seminggu sudah
berlalu setelah ku tau bahwa ternyata pangeran itu tlah berbeda alam denganku.
Ingin rasanya ku robohkan pembatas antara dunia nyata dan dunia kematian agar
dapat kembali ku menatapnya. Namun itu hanyalah ilusi mimpi yang takkan mungkin
terjadi. Kehilangannya membuatku kehilangan sebagian cerita dikehidupanku.
Seminggu ini ku sempatkan waktuku tuk mengunjungi makam Danian. Aku slalu
berkeyakinan bahwa dengan cara ini aku tau Danian tak akan kesepian. Karena dia
tau aku slalu hadir untuknya biarpun masa tlah memisahkan kita.
“jaga diri kamu baik baik
ya, jangan nakal. Makasih atas semuanya dan maaf kalo aku sering nyakitin kamu.
” suara itu datang lagi.. ya itu suara Danian dan sangat jelas terdengar nyata
ditelingaku. Kuputar badanku dan mencari sumber suara itu, namun nihil, suara
itu begitu singkat dan menghilang begitu saja tanpa menyisihkan bekas.
Rindu dalam
batinku tentang Danian membuat memoriku memutar segalanya. Memutar rangkaian
cerita yang pernah ku lalui bersama Danian. Namun kenangan tetaplah menjadi
sebuah masa lalu. Pangeran itu kini tlah pergi jauh,meninggalkan jutaan
kerinduan dan meyisahkan begitu banyak kenangan. Tak ada lagi yang dapat
kuperbuat, selain memohon pada sang tuhan agar ia menjagamu disana.
Memasukkanmu kedalam surganya. Dan aku slalu berdoa agagr Allah mempertemukan
aku di surganya suatu waktu nanti.
Komentar
Posting Komentar