Muhammad Husni Thamrin



BERJUANG UNTUK RAKYAT



Mohammad Husni Thamrin lahir di Sawah Besar, Jakarta, 16 Februari 1894. Anak Wedana Tabri Thamrin dan Nurhana. Sejak kecil dikenal cerdas dan suka bergaul dengan masyarakat dari segenap lapisan, mengenyam pendidikan kolonial sambil belajar mengaji sehingga membuat dia berpikir maju sekaligus mempertahankan identitas kebetawiannya. Sempat bekerja di Kantor Kepatihan Batavia dan KPM, lalu menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota), kemudian menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat).
Sejak duduk di bangku HBS (Hogere Burgerschool) Thamrin muda sudah magang di kantor Patih Batavia dan kemudian bekerja di perusahaan pelayaran terbesar di Hindia Belanda KPM afdeeling Boekhouding. Sebagai tokoh masyarakat Betawi tanggal 1 Januari 1929 Thamrin mendirikan organisasi perkumpulan kaum Betawi dengan misi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat Betawi dalam berbagai bidang. Sedangkan dibidang politik Thamrin bergabung dengan Perindra (Partai Indonesia Raya) sejak didirikan tahun 1935, disini ia mengepalai Departemen Urusan Politik.
Nilai-nilai Perjuangan MH Thamrin Hal yang perlu dipelajari dari perjuangan Mohammad Hoesni Thamrin adalah metode perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan. Metode perjuangan MH Thamrin adalah metode perjuangan yang kooperatif dan tidak frontal. Ketika Thamrin memutuskan untuk berjuang didalam sistem parlemen maka Thamrin berusaha membentuk sebuah fraksi nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia secepat-cepatnya. Fraksi terdiri dari sepuluh orang pribumi dimana Thamrin ditunjuk sebagai pemimpinnya, pembentukan fraksi ini bertujuan menyatukan kekuatan kelompok nasional dalam Volksraad untuk menghadapi pihak lawan. Pada saat berada di Volksraad itulah Thamrin berbuat banyak dalam melakukan perjuangan untuk memperjuangkan nasib bangsanya untuk merdeka dari penjajah, itulah cara Thamrin yang kooperatif-revolusioner yang berjuang dari dalam sistem.
Kecerdasan dan ketajaman daya pikirnya membawa Thamrin menduduki jabatan strategis sebagai wakil rakyat di Volksraad pada masa Kolonial Belanda, 16 Mei 1927. Saat itu, orang pribumi menjadi anggota parlemen meruapkan sesuatu yang sangat langka dan hanya menjadi impian segelintir orang. Sebagai politisi, putra seorang wedana pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Der Wijk, Thabri Thamrin ini, terkenal sangat vokal memperjuangkan nasib rakyat Indonesia yang tertindas. Mohammad Husni Thamrin tak ingin menjadi antek Belanda. Dia gigih memperjuangkan nasib bangsanya untuk merdeka, meski akhirnya harus masuk bui dan menghembuskan nafas terakhir sebagai tahanan Belanda. 11 Januari 1941 pada usia 46 tahun. Sekilas perjuangan Thamrin ini mungkin bisa jadi contoh untuk para anggota legislatif, bahwa memperjuangkan nasib rakyat menjadi lebih baik merupakan hal utama. Bukan demi kelompok atau golongan, apalagi kepentingan diri sendiri
Kiprahnya dalam pergerakan nasional, berjuang untuk rakyat, kemajuan masyarakat pribumi, dan puncaknya menuntut Indonesia berparlemen dan merdeka membuat pemerintah kolonial mencari alasan untuk menangkapnya. Menjelang akhir hayatnya ia menjadi tahanan rumah, dituduh telah melawan Belanda. Ia wafat 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet. Pada saat pemakamannya yang penuh sesak karena diikuti oleh sekitar 20.000 orang pengiring mulai dari pegawai rendahan sampai orang berpangkat yang ingin melihat pemakaman orang yang memperjuangkan nasib bangsanya.

Komentar