EDISI TAHUN BARU

Tentang segala Risau



                Banyak kisah yang ku pelajari dalam hidup, termaksud ketika aku  melihat cerminan kisah di dalam kehudupan seorang teman wanitaku. Ia yang akhir akhir ini sedang sibuk dengan niatnya untuk memberikan hadiah sweet seventeen terbaik untuk pria kesayangannya. Tak jauh dari kisah ku, lelaki yang ia cintai sebenarnya tak bisa membalas cintanya tapi dia tetap berusaha untuk menunjukkan yang terbaik.   
                Pada hari tepat dimana cintaku untuk Leo berusia 4 tahun, aku sudah berharap bahwa tak akan ada tahun ke lima. Namun, dalam kenyataannya pada bulan pertama memasuki tahun ke lima aku masih saja merindukannya. Entah cara apa lagi yang harus ku perbuat  untuk dapat berhenti mencintainya. Bahkan ketika dia menghinaku di public sekalipun, aku masih dapat memaafkannya. Aku telah berusaha untuk mencintai pria lain, tapi hatiku selalu cekatan menolakknya. Hatiku seakan  trauma dan terlalu  takut untuk kembali jatuh cinta ketika telah berulang kali menemui cinta yang salah.
                Banyak orang berkata bahwa cinta itu indah, tapi itu tidak bagiku. Di mataku cinta itu rumit, hanya akan meropotkan dan merugikan. Namun tanpa cinta rasanya seperti tak ada kehidupan. Hidup memang selalu terlihat serba salah dan terasa membingungkan.
                Aku tak mengerti mengapa kita harus dipertemukan dengan seseorang yang akan menyakiti kita barulah kita akan di pertemukan dengan seseorang yang sejati. Mengapa tidak langsung saja bertemu yang sejati. Bukankah jodoh itu telah ditentukan? Lalu mengapa kita tak langsung saja bertemu dengan jodoh kita? Agar tak ada kegalauan yang tidak sepantasnya. Aku juga tak mengerti mengapa para remaja diberikan rasa cinta jika hanya sebagai sebab akan dikecewakan. Bukankah masa remaja itu masih jauh dari jangka waktu pernikahan? Lalu mengapa Tuhan mengijinkan mereka mencintai dan dicintai yang kemudian mereka akan menyalah gunakan perasaan tersebut? Mengapa  tak dijatuhkan saja rasa cinta kepada setiap insan ketika usia mereka sudah tepat waktu untuk masuk kepelaminan? Bukankah itu akan lebih baik untuk proses berfikir para remaja?
                Telah lama aku merasakan lelah ketika harus melalui masa masa cinta sendiri. Melihatnya kini bersama orang lain, semakin hari membuat ku merasa tak pantas mencintai. Aku memang buruk, dan selalu terlihat tak pernah baik dimata siapapun, tapi apakah ini juga menjadi keburukanku ketika aku mencintai seseorang yang sebelumnya mampu membuatku merasa sempurna. Terkadang aku merasa tak ingin dilahirkan, jika akhirnya aku hanya harus melihat orang lain menyakitiku. Walau kadang aku percaya Tuhan akan menciptakan pelangi setelah hujan, tapi terkadang pula aku berfikir apakah pantas orang bodoh sepertiku ada dimasa pelangi?

Komentar